Call MinSun
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn

Go down

Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn Empty Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn

Post by DragonFlower Mon Jul 15, 2013 4:31 am



-Thirty Days Changes-
by Lovely Ian Wong


Introduction :

Characters :
Lee Min Ho as Lee Min Ho
Goo Hye Sun as Goo Hye Sun
Sammul Chan as Sammul Chan
Raymond Lam as Raymond Lam
Angelababy Yeung as Angel Yeung
Joo Ji Hoon as Joo Ji Hoon
Han Hyo Joo as Han Hyo Joo


CHAPTER ONE


Riwayatku, Lee Min Ho  ....

Mempunyai asal usul yang menyedihkan bukanlah keinginan dari siapapun di dunia ini. Begitu juga denganku. Lahir dari keluarga sederhana dengan kehidupan yang berliku-liku membuatku harus mandiri sejak remaja. Ayahku adalah keturunan Cina yang lahir di Hong Kong. Menjadi yatim piatu setelah kedua orangtuanya yaitu kakek dan nenekku meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis berpuluh-puluh tahun yang lalu.

Ayah yang saat itu baru berusia delapan tahun terpaksa harus ikut dengan keluarga jauh satu-satunya yang sudah pindah ke Korea. Sebelum kelahiran anak dari keluarga Cheung, ayah cukup disayang dalam keluarga itu. Tapi setelah kelahiran bayi itu, ayah hanya diperlakukan seperti orang asing.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah disana, ayah tidak mampu melanjutkan sekolahnya lagi. Keluarga Cheung tidak mau mengeluarkan biaya untuk kuliah ayah. Dengan perasaan tertekan ayah terpaksa pindah ke luar kota. Rencana ayah itu sama sekali tidak mendapat larangan dari keluarga Cheung yang memang dari semula sudah tidak menyukai kehadirannya di rumah itu.

Ayah menjalani kehidupan yang cukup berat setelah keluar dari keluarga Cheung. Tapi semua dapat dijalaninya dengan tabah. Apalagi setelah perkenalannya dengan seseorang yang teramat penting dalam hidupnya. Orang itu adalah ibuku. Beliau merupakan seorang perawat di sebuah rumah sakit kecil yang terletak di dekat kantor di mana ayah bekerja. Beliau juga anak yatim piatu seperti ayah.

Perkenalan pertama mereka terjadi ketika ayah menderita sakit perut yang luar biasa sehingga harus dirawat di rumah sakit itu. Ayah dan ibu saling jatuh cinta pada pertemuan pertama. Hubungan mereka berjalan mulus sampai ke jenjang pernikahan setengah tahun kemudian.

Satu-satunya anugerah yang paling berharga dari pernikahan itu adalah kelahiranku. Ayah selalu mengatakannya kepadaku ketika beliau masih hidup. Aku menghabiskan masa kecil hingga remaja di Korea. Ketika aku berusia 14 tahun dan masih duduk di sekolah menengah pertama, ibu menderita sakit parah yang akhirnya merenggut nyawanya. Setelah kematian ibu, ayah memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, Hong Kong. Lalu dimulailah kehidupanku di sana.

*****************

Tahun pertama cukup sulit bagiku untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang sama sekali asing itu. Ayah yang bekerja sebagai pegawai rendahan di sebuah perusahaan kecil di Central selalu sibuk dengan pekerjaannya. Beliau tidak mempunyai waktu untuk menemani dan mengajariku tentang segala sesuatu yang sangat kuperlukan dalam masa pertumbuhan itu.

Segala sesuatu terbiasa kulakukan sendiri sejak remaja. Beruntung bagiku, teman-teman yang kukenal semua berkepribadian baik sehingga aku tidak sampai tersesat di jalan tidak benar. Aku bisa mandiri di usia yang relatif muda. Lain dengan teman-temanku yang kebanyakan sudah terbiasa dimanja orang tua.

Ketika aku memulai kuliah semester pertama, ayah mengalami nasib yang sama dengan kakek dan nenek. Kecelakaan yang sangat tragis. Sebuah truk besar yang melanggar rambu lalu lintas melindas tubuh ayah ketika menyeberangi jalan raya pada waktu kerja. Setelah kematian ayah, tinggallah aku seorang diri di dunia ini.

Uang yang didapat dari perusahaan asuransi yang dibeli oleh perusahaan dimana ayah bekerja cukup untuk membiayai kuliahku di bidang arsitek desain hingga selesai. Setelah itu jalan hidupku cukup mulus. Aku berhasil memasuki 'Great Building', perusahaan yang bergerak di bidang buiding desaigner terkenal di Asia dengan berpusat di Korea.

Selama dua tahun terakhir semua berjalan sesuai dengan keinginanku. Dari pekerja pemula sampai dipercaya memimpin sebuah tim elite yang berisi perancang-perancang muda berbakat di perusahaan. Tidak pernah ada kesalahan yang kulakukan. Semua majikan menyukai hasil kerjaku. Mereka tidak pernah mengeluh dan menyalahkan apa yang kulakukan. Semuanya seperti telah teratur dalam genggaman tanganku. Akan tetapi .. sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Peribahasa ini sangat cocok dengan keadaanku sekarang.

************

Permulaan Desember 2009 .......

Kuhempaskan tubuh ke kursi panjang di belakang. Kursi itu tergoyang lemah setelah menanggung berat badanku. Perlahan mataku terpejam. Nafasku terdengar berat di telinga.

tokkk ... tokkkk .. tokkk ...

Aku membuka mata dan berpaling ke arah pintu. Ketukan pelan masih terdengar dari sana.

"Masuklah !! .. ", suara yang keluar dari mulutku terdengar agak serak.

Pintu terbuka dan seorang gadis muda yang berparas cantik dan berambut panjang berombak, dengan tubuh tinggi semampai memasuki ruangan. Dia tersenyum padaku. Aku mengangguk pelan kepadanya. Dia mendekatiku dan meletakkan setumpuk file di hadapanku. Senyumnya masih tersungging di bibir.

"Masih dipusingkan dengan masalah itu?", tanyanya lembut.

Aku berusaha tersenyum padanya walaupun sangat terpaksa. Gadis di hadapanku itu lalu meletakkan tangannya ke atas tanganku. Aku tahu dia berusaha menghiburku.

"Thanks ....", kataku dengan suara yang sudah lebih enak didengar, tidak seserak tadi.

Kemudian hening sejenak. Kami berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing. Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali berkata :"Saya akan terbang ke sana besok dan melihat sendiri apa sebenarnya yang telah terjadi ... "

Gadis itu terbelalak mendengar rencanaku. Matanya yang indah memancarkan sinar tidak percaya.
"Apakah harus kamu yang melakukannya? Tidak bisakah diwakili Raymond?"

Aku segera mengelengkan kepala dengan tampang serius.
"Tidak, Angel!! ... Kali ini saya harus melakukannya sendiri .. masalah ini sangat besar, sudah menyangkut nyawa dari beberapa orang pekerja .. ini adalah tanggungjawabku, gedung yang didirikan itu adalah hasil karyaku ... apa yang sebenarnya terjadi harus diketahui olehku .. "

Angela Yeung, gadis yang kupacari sejak dua tahun lalu itu mengangguk pelan. Dia tidak begitu menyukai rencanaku. Aku tahu itu dengan pasti.

"Kamu bisa ikut denganku, kan? Kami juga memerlukan seorang pengacara untuk menyelesaikan masalah ini .. ", kataku kemudian.

Mataku menatap lekat kearahnya. Angel membalas tatapanku. Dia mengeleng perlahan. Tapi senyum lembut masih tersungging di wajahnya yang runcing.

"Tidak .. tidak sekarang!! .. kamu tahu kalau mama sekarang masih berada di rumah sakit dan memerlukan perawatanku .. lagipula pekerjaanku tidak bisa kutinggalkan begitu saja ... "

Nafasku kembali berhembus dengan berat. Aku kecewa. Sangat kecewa. Harus menginjakkan kakiku kembali di Korea setelah 10 tahun meninggalkannya merupakan cobaan yang berat bagiku. Apalagi negara itu telah menciptakan kenangan buruk di masa laluku. Sebenarnya aku telah bersumpah bahwa seumur hidup aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku lagi di sana. Kalau bukan karena masalah serius ini, aku tidak akan melakukannya. Sungguh aku tidak ingin melakukannya.

"Kamu jangan kecewa begitu, Min ho .. saya berjanji .. tiga hari, beri saya waktu tiga hari ... saya akan bergabung denganmu tiga hari kemudian .. ", Angel melanjutkan kata-katanya yang tadi terpotong.

Mataku terbelalak lebar. Angel tersenyum nakal kepadaku. Sekarang aku tahu bahwa dia sengaja mempermainkanku dengan perkataannya yang pertama. Aku berlari kearahnya dan mengangkat tubuhnya keatas.

"Yuhuiiiiiii .. !!!!! ", teriakku keras.

"Ha .. ha ..ha ... ahhhhh ... "
Angel tertawa lepas dengan berpengangan erat di leherku. Dia takut aku menjatuhkannya ke lantai. Aku tidak perduli dengan kekhawatirannya. Kebahagiaan sudah membuatku lupa segalanya. Aku berputar di tempat dengan Angel yang masih dalam pelukanku.

****************


Hari pertama .......

Setelah sepuluh tahun akhirnya aku kembali lagi ke sini. Kota Seoul, kota kelahiranku ... sudah sangat berubah. Kenangan masa kecil perlahan merasuki pikiranku. Hidup sederhana tapi cukup bahagia. Yang disayangkan semuanya begitu pendek. Setelah kematian ibu, semuanya berubah. Aku mengeleng perlahan. Berusaha untuk mengusir semua kenangan pahit itu.

Sekarang aku dan timku, Raymond cs, sedang dalam perjalanan ke tempat tinggal sementara yang sudah dipersiapkan oleh perusahaan, dimana kami akan menginap selama sebulan lamanya. Pikiranku sudah cukup jernih setelah usaha keras yang kulakukan tadi. Pandanganku terlempar keluar jendela. Tidak banyak pohon yang tertanam sepanjang jalan raya. Gedung-gedung bertingkat sudah mendominasi setiap sudut kota.

Kemudian pandanganku jatuh ke banner besar dengan tulisan 'Great Building and Seoul Spirit, Co.' yang terpasang di atas sebuah gedung besar setengah jadi yang berdiri kokoh di sebuah lapangan besar sebelah kanan jalan raya.

"Hentikan mobilnya Mr. Kim !!!! ", teriakku mendadak, dalam bahasa korea.

Mr. Kim melirik sekilas dari kaca spion depan. Dia mengangguk pelan, lalu memperlambat laju mobilnya. Dan akhirnya memarkir mobil tersebut di pinggir jalan raya yang tidak bergaris kuning. Raymond yang duduk disampingku mengerutkan alisnya. Dia mengikuti arah pandangku lalu menghela nafas.

"Apakah tidak sebaiknya kita istirahat dulu setelah perjalanan yang cukup melelahkan ini? .. Leader tidak bermaksud bekerja sekarang, kan?", tanya Raymond dengan tampang cemas.

Aku tertawa perlahan. Tampang Raymond benar-benar memelas. Begitu juga dengan tiga rekannya yang lain.

"Tidak, saya hanya ingin melihat dulu keadaan di sini .. kalian tidak perlu ikut denganku .. pulanglah ke apartemen dan beristirahatlah yang cukup .... berperangnya besok saja he ..he .. "

Aku membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Raymond menjulurkan leher dan menyisipkan kepalanya keluar jendela.

"Leader tidak apa-apa kan melakukannya sendirian?", tanyanya.

Aku mengacungkan jempol sebagai tanda akan baik-baik saja. Raymond mengangguk kemudian menarik dirinya kembali ke dalam mobil.
"We can go now, Mr. Kim ... "
Mesin mobil dihidupkan dan sebentar saja mobil itu sudah melaju di jalan raya, meninggalkan abu yang cukup banyak ke belakang.

*************

Sekarang aku berdiri tegak di depan gedung setengah jadi yang terpisah oleh lapangan berumput tebal. Wajahku mendongak ke atas dan memperhatikan gedung yang baru berdiri setengahnya itu. Gedung bertingkat yang seharusnya didirikan dengan tingkat lima puluh itu kelihatan menyedihkan dengan panggung yang masih menempel di samping dan alat-alat pengungkit yang masih berserakan di sekelilingnya.

Di tengah lapangan tampak segerombolan orang yang sedang mendorong satu sama lain. Berbagai kamera dan alat perekam tergenggam di tangan mereka. Kelihatannya mereka adalah para wartawan yang sedang meliput berita dari peristiwa tragis yang terjadi beberapa hari yang lalu. Aku bermaksud menerobos kumpulan para wartawan itu ketika dua orang petugas keamanan menghalangi langkahku.

"Maaf tuan, tempat ini sudah dipugar, orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki daerah ini, jadi harap tuan pergi dari sini sekarang juga ... "

Dahiku berkerut mendengar perkataan yang tidak bersahabat itu. Aku tetap tidak beranjak dari tempatku walaupun kedua security itu sudah mengunakan tangannya, mendorongku ke belakang. Emosiku mulai bangkit. Dan hampir saja kuledakkan kalau saja tidak teringat olehku bahwa mereka hanya melakukan tugasnya.

Dengan enggan aku mengeluarkan kartu pengenal 'Great Building' dari saku kemeja dan memperlihatkannya kepada mereka. Untuk sejenak kedua orang itu saling melempar pandangan satu sama lain. Kemudian keduanya membungkuk hormat kepadaku.

"Ohhh maafkan kami tuan .. kami tidak tahu kalau anda adalah utusan dari Great Building Hong Kong .. Apakah tuan berniat menemui Mr. Jung sekarang juga? Beliau sedang berada di dalam gedung sekarang ... "

Aku segera mengangkat tangan ke atas.
"Tidak!! .. saya hanya ingin melihat-lihat keadaan sekitar sini ... hari ini saya datang dengan status non-formal jadi kalian tidak perlu menghubungi Mr. Jung ... "

Kedua orang itu kembali saling melempar pandangan. Mereka mengangguk pertanda mengerti.
"Tapi keadaan disini sedang tegang sekarang .. sebaiknya kami membuka jalan buat tuan supaya bisa memasuki gedung itu dengan lebih leluasa ... ", tawar mereka.

Kualihkan perhatian ke depan lagi. Keributan mulai terdengar dari kumpulan para wartawan di barisan depan. Aku mengangguk. Apa yang mereka katakan itu benar adanya. Akan sulit bagiku untuk menerobos kumpulan para wartawan itu jika sendirian. Kedua orang petugas keamanan yang sigap itu mulai bekerja. Mereka mendorong para wartawan yang menghalangi jalan ke kanan dan kiri satu persatu. Aku mengikuti jalan yang telah dibuka oleh mereka dari belakang. Para wartawan yang tidak mengenalku itu tetap saja membidikan kameranya kearahku. Sinar-sinar menyilaukan mulai menyakitkan sepasang mataku yang memang sudah lelah.

Dengan susah payah akhirnya aku berhasil keluar dari kepungan para wartawan yang haus berita itu. Begitu terlepas dari barisan paling depan, aku menghembuskan nafas lega. Baru saja aku berniat melanjutkan langkah ke depan ketika tiba-tiba teriakan keras terdengar dari belakang. Aku berbalik. Gerombolan di belakang itu terdorong ke depan dan seseorang yang berada di barisan depan terpental keluar. Dan tak pelak lagi kepala orang itu mendarat keras di dadaku.
Pakkkkkkkk ........................

"Akhhhhhhhhhhhh ............... ", teriakan yang hampir bersamaan keluar dari mulut kami.

Orang itu mendongakkan wajahnya. Ternyata dia seorang gadis. Kulit putih mulusnya menjadi merah di bagian jidat akibat menabrak dadaku tadi. Sepasang matanya yang besar berputar kesana kemari dengan gelisah dibalik kacamatanya yang cukup tebal. Sedangkan rambutnya yang pendek terselip di balik kupluk merahnya. Dia kelihatan sangat gugup.

"Joesonghaeyo .... ", dia membungkukkan badan berkali-kali kearahku.

Dahiku berkerut. Gadis ini membuat perasaanku tidak senang. Entah mengapa semangatku yang tadi mengebu-gebu langsung lenyap begitu melihat tampang gugupnya. Mulutku terbuka, bersiap mengeluarkan suara ketika seseorang menerobos keluar dari barisan di belakang kami.

"Heiiii Goo Hye Sunnnn .. apa yang kamu lakukan disini? ... saya kan tadi menyuruhmu menunggu Mr. Jung keluar dari dalam gedung, mengapa kamu malah ikutan yang lain berbaris disini? ... ayooo ikut denganku!!!". Orang yang keluar dari barisan para wartawan tersebut langsung menarik tangan si gadis gugup yang kelihatan bodoh itu pergi dari situ.

Gadis gugup dengan tampang bodoh itu masih menengok kearahku. Bibirnya mengucapkan permintaan maaf berkali-kali sampai akhirnya lenyap di antara kumpulan orang-orang disana. Aku mengeleng keras. Perasaan tidak senang itu masih menganjal di hatiku. Sekali lagi aku menyalahkan kedatanganku kesini.

****************

Goo Hye Sun ....

Lagi-lagi aku disalahkan oleh Hyo Joo. Sebenarnya dia sendiri yang menyuruhku merebut barisan depan supaya bisa mendapatkan foto-foto bagus dari Mr. Jung. Tapi setelah ternyata Mr. Jung telah pergi lewat pintu belakang dan kami tidak berhasil mendapat selembar fotopun, sekarang aku yang disalahkan.

Lima belas menit kemudian, keadaan di sekeliling gedung itu menjadi sepi. Para wartawan yang lain sudah bubar semua setelah mendapat kabar bahwa Mr. Jung sudah pergi dari tempat itu. Aku berdiri membisu di tempat. Sementara Hyo Joo melirik jam tangan merahnya.

"Hmmmm .. kamu pulang saja ke kantor sekarang, Hyesun aa .. saya masih ada kerjaan lain .. tapi ingat liputan hari ini harus kamu tulis, sesingkat apapun itu, araso ... "

Aku mengangguk. Kalau sudah begini aku sangat membenci diriku sendiri. Selalu saja menyetujui perkataan orang lain walaupun hati kecilku memberontak. Hyo Joo memberikan bawaannya yang berupa tas jinjing besar kepadaku. Aku menerima dengan pasrah. Kemudian dia meninggalkanku seorang diri.

Aku berjalan lesu dengan bawaan yang berat. Sangat lelah. Seperti hari-hari biasa yang kujalani. Aku memasuki cafe' kecil yang terletak di gedung sebelah. Kuedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Cafe' itu sudah penuh oleh pelanggan. Tidak ada tempat yang tersisa kecuali sebuah kursi di meja paling sudut dekat jendela yang sudah diduduki oleh seorang pria.

Aku berjalan ke kasir dan memesan secangkir cappucino. Dengan susah payah aku membawa kopi beserta semua bawaanku ke meja di sudut ruangan. Badanku sudah terasa remuk. Kujatuhkan diri ke kursi kosong yang berhadapan dengan pria yang telah duduk disana. Kuletakkan semua bawaanku ke lantai dan mulai menghirup kopi yang tertutup oleh busa susu itu. Aku tidak menyadari kalau pria dihadapanku sejak tadi memperhatikan semua gerak gerikku.

Kringgg ... kringggg .... kringggg .....

Aku tersentak. Dengan gugup kuraih tas besar dari lantai dan mulai mengeledah isinya. Tidak kutemukan. Sementara bunyi ponsel itu semakin nyaring. Aku semakin gelisah. Kuangkat tas itu keatas dan menuangkan isinya ke meja. Semua isi tasku berserakan di atas meja. Ada beberapa malah jatuh ke lantai. Dan .. malang bagiku, ponsel yang sejak tadi kucari terpental dari meja dan mendarat sukses ke dalam cangkir pria di hadapanku.

"Heiiiiiiiiiiiiii .............. apa-apaan ini???", pria itu berteriak keras.

Aku sangat terkejut. Ketakutan mulai menghinggapiku. Bagaimana mungkin kesalahan ini bisa terjadi? Aku mendongak kearahnya.
"Joesonghaeyo ... maafkan saya .. saya tidak sengaja .... saya akan mengganti kopi anda .. sekali lagi joesonghaeyo ... ", aku membungkuk berkali-kali kearahnya.

Pria itu mengambil ponsel dari dalam cangkir kopi dengan jempol dan telunjuknya.
"Menurutmu mahalan mana, kopi atau ponsel?", tanyanya dengan nada dingin.

Aku tertegun. Sekali lagi aku menatapnya. Kali ini dahiku berkerut. Wajahnya kelihatan tidak asing bagiku. Tapi aku tidak ingat dimana pernah melihatnya.
"Hahhh????", mulutku tergangga lebar ketika mendengar pertanyaannya itu.

"Kamu terus-terusan minta maaf karena telah menjatuhkan ponsel ke cangkir kopiku makanya saya jadi ingin tahu apakah kopiku ini lebih mahal dari ponselmu?", pria itu kembali mengajukan pertanyaannya.

Aku mengangkat tangan dan mulai mengaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Saya sudah membuat kopi tuan tidak bisa diminum makanya saya harus minta maaf kepada tuan .. joesonghaeyo .. ", aku kembali membungkukkan badan kearahnya.

Pria itu menghembuskan nafasnya.
"Sejak pertama melihatmu, kamu sudah minta maaf terus menerus kepadaku dan tidak kukira setelah pertemuan kedua tetap saja begitu ... "

Aku termangu. Samar-samar kejadian satu jam yang lalu kembali terbayang dalam pikiran.
"Ohhhhhh ... yang kutabrak tadi .. ahhhh .. mianata ... dan ... ohhhhh tuhanku .. aku harus pergi sekarang, telepon itu mungkin dari kantor .. kopimu akan kubayar ... "

Tergesa kumasukkan seluruh barang yang berserakan di atas meja dan lantai juga ponsel dalam genggaman pria itu ke dalam tas. Kukeluarkan uang 7.000 won dan meletakkannya di hadapannya. Dia memprotes tapi aku sudah beranjak dari situ dengan barang bawaan di kedua tanganku.

Pemuda itu, yang tidak lain adalah Lee Min Ho memperhatikan uang dihadapannya dengan mulut komat kamit.
"Dasarrrr gadis gila ..... huhhhhh ...... saya harus cepat-cepat menyelesaikan semua masalah ini dan pulang ke Hong Kong, jika tidak saya juga akan menjadi gila ... "

**************

Aku sampai di kantor sekitar pukul 4 sore. Para rekan kerja langsung mengelilingiku. Mereka bukan menyukaiku sehingga mengelilingiku seperti itu. Kumpulan file di tangan mereka beterbangan ke meja kerjaku yang sudah penuh oleh file lain.

"Seperti biasa ya, Hyesun a ..... ", kata mereka hampir bersamaan.

Aku mengangguk. Semua bawaan kujatuhkan ke lantai. Perlahan kujatuhkan diri ke kursi dekat meja kerja.

"Dongsaeng aa ..... "

Sentuhan lembut di pundak membuatku berpaling. Kakak angkatku, Joo Ji Hoon, sudah berdiri di sampingku.

"Ohhh oppa ..... ", desahku pelan.

"Dimana Hyo Joo? Bukankah tadi dia keluar bersamamu?", Ji Hoon mengerutkan alisnya sambil menatap tajam kepadaku.

"Ohhh Hyo Joo sunbae katanya masih ada urusan lain jadi dia menyuruhku pulang duluan ... ", jawabku pelan.

"Ada urusan lain katanya ... huhhhh .. selalu saja begitu ... dia selalu memperalatmu ... dia hanya mengunakanmu untuk membantunya membawa peralatan kerjanya saja ... ", suara Ji Hoon bergetar karena menahan emosi yang siap meledak.

"Oppa jangan begitu, .. saya baik-baik saja kok ... ", kataku, berusaha untuk memadamkan api kemarahannya.

Ji Hoon menghela nafas panjang. Dia tahu bahwa tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengubah kebiasaan burukku itu.
"Ya, sudah .. segeralah selesaikan pekerjaanmu .... "

Aku mengangguk. Ji Hoon kembali ke meja kerjanya. Dan aku memulai pekerjaan yang menumpuk dihadapanku.

*************

Pukul 6:30 sore .....
Semua karyawan sudah mulai meninggalkan kantor satu persatu. Aku masih sibuk dengan berita olahraga dalam genggaman tangan yang seharusnya bukan bagian dari departemenku ketika Ji Hoon sudah berada di sampingku.

"Apakah kita bisa pergi sekarang?", tanyanya.

Aku mengalihkan perhatian dari kumpulan kertas di tanganku kearahnya dengan tampang melongo. Untuk beberapa saat aku tidak mengerti arti dari perkataannya.

"Kamu lupa kalau hari ini ulangtahun appa?", tanya Ji Hoon lagi. Wajahnya berkerut.

"Ahhhh tidak!! tentu saja saya tidak lupa .... tapi .. saya tidak bisa pergi sekarang ... pekerjaanku masih banyak ... ", jawabku dengan tampang memelas.

Ji Hoon mengedarkan pandangan ke meja kerjaku yang berantakan.
"Apakah perlu oppa tinggal disini dan membantumu?"

Aku mengeleng cepat.
"Tidak!! Oppa jangan melakukan itu ... jika oppa juga tinggal disini, siapa yang akan menemani appa dan omma di hari yang penting ini .."

Setelah mengatakan itu, aku membuka laci meja kerja bagian bawah dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah yang terikat pita emas dari dalamnya. Kuletakkan kotak kecil itu ke tangan Ji Hoon.
"Tolong berikan ini kepada appa dan sampaikan kata selamat ulangtahun dariku ... "

Ji Hoon tidak beranjak dari tempatnya. Tatapannya masih terarah tajam ke mataku. Tampangku semakin memelas. Akhirnya dia menarik nafas panjang dan menyerah. Perlahan dia kembali ke meja kerjanya dan meraih tas ransel yang tergeletak di lantai, kemudian berjalan keluar dari situ.

**************

Pukul 7:30 malam .... Lee Min Ho ...

Aku baru selesai membersihkan diri. Dan membalutkan sweater tebal ke tubuh ketika ponsel di meja depan berbunyi. Agak tergesa aku berlari keluar dari kamar mandi menuju ponsel terletak. Kuraih ponsel berwarna putih mulus itu dan melirik nama yang tertera di monitor. Senyum tipis langsung tersungging di bibirku.

"Hallo .. Angel ... "
"Ya, Min Ho ... bagaimana keadaan disana?", suara Angel menyahut sapaanku dari seberang.
"Buruk .. lebih buruk dari perkiraanku semula .. tapi jangan khawatir, saya masih mampu menanganinya ... dan .. kapan kamu akan bergabung denganku ?"
"Saya percaya dengan kemampuanmu, Min Ho .. jadi jangan putus asa ... mama hari ini sudah keluar dari rumah sakit, keadaan beliau sudah baikan .. saya rasa saya bisa menepati janjiku, tunggu saja .. tiga hari lagi saya akan bergabung denganmu ..."
"Baiklah, saya akan menantikan kedatanganmu .... "
"Ya sudah kalau begitu .. sampai ketemu lagi, Min Ho ... "
"Bye ... Angel ... saya berharap bisa segera bertemu denganmu .. banyak masalah dan orang-orang tidak menyenangkan yang saya temui hari ini ... saya sangat merindukanmu ... "

Hubungan telepon diputuskan. Perutku yang belum diisi sejak tadi siang berbunyi nyaring. Aku melangkah ke dapur. Mengeledah semua laci tapi tidak menemukan makanan yang kuinginkan. Begitu juga dengan lemari es yang kosong melompong. Aku mendesah tertahan. Benar-benar menyebalkan. Sejak tiba di korea ini tidak ada yang beres.

Bergegas aku masuk ke kamar dan menganti pakaian. Jas panjang yang membalut tubuhku kuikat rapat-rapat di bagian pinggang. Udara di luar sangat dingin. Dengan agak mengigil aku keluar dari apartemen yang sepi itu.

************

Goo Hye Sun .....

Perutku mulai keroncongan. Kubuka laci satu persatu. Tidak ada makanan pengenyang perut yang tersisa. Hanya beberapa batang coklat dan sekantong permen yang ada disitu.

"Huhhhh .... ", desahan berat keluar dari mulutku. 'Tidak bisa begini, saya harus mencari makanan di luar, saya sangat lapar sekarang'.

Kuraih jaket tebal yang tersampir di kursi dan memakainya. Ketika bermaksud keluar dari situ, aku teringat sesuatu. Tergesa aku berbalik dan mengeledah meja kerja yang berantakan. Dua menit kemudian kutemukan seuntai kunci yang terselip diantara kertas-kertas yang berserakan di meja. Kuraih kunci itu dan berlari keluar.

************

Aku sampai di 7 Eleven yang terletak di lantai dasar gedung dan mulai memasukkan beberapa gelas mie instant ke dalam keranjang. Aku tidak mau berpikir untuk makan makanan yang enak lagi. Yang penting sekarang adalah makanan siap seduh, cepat dan praktis untuk dimasukkan kedalam mulut.

Aku berlari ke kasir dan menjatuhkan ranjang yang kupengang kehadapannya. Beberapa saat kemudian orang itu menyebutkan harga yang harus kubayar. Aku merogoh ke dalam saku jaket tapi tidak kudapatkan dompetku disana. Saku celana juga tidak ada. Penyakit gugupku mulai kambuh. Berkali-kali aku melakukan tindakan yang sama. Merogoh kesana kemari namun tetap tidak kutemukan dompet itu.

"Joesonghaeyo ... saya rasa .. saya rasa dom ... dompetku ketinggalan ... ", kataku dengan suara gemetar.

Orang itu melongo kearahku. Aku membungkuk berkali-kali kearahnya. Begitu juga permintaan maaf terlontar berulangkali dari mulutku.
"Joesonghaeyo ... joesonghaeyo ..."

"Barang yang dia beli masukan dalam pembayaranku ... ",

Perkataan itu membuatku terperanjat. Aku langsung mengangkat wajah dan menoleh kebelakang. Dan .. ternyata pria itu lagi. Dia berjalan kesampingku dan menuangkan semua belanjaannya ke meja kasir. Aku membisu, tidak dapat mengeluarkan suara. Lima menit kemudian kami keluar dari toko dengan tampang kaku.

"Nihhh ... ", pria itu menyodorkan kantong yang berisi mie instant kepadaku.

Aku menerimanya sambil membungkukkan badan.
"Khamshamida .... dan maafkan saya tadi .. saya tidak bermaksud curang, hanya saja dompet saya ketinggalan di kantor ... oh ya, kamu tunggu saya disini, saya akan keatas dan mengembalikan uang yang telah kamu keluarkan tadi ..."

"Sudahlah .. lupakan saja .. ", kata pria itu dingin. Wajahnya tidak bersahabat. Kemudian dia melanjutkan perkataannya lagi.
"Anggap saja ini bayaran buat kopi yang telah kamu ganti sore tadi ... ",

Sebelum aku mampu mengeluarkan suara, pemuda itu sudah beranjak dari tempatnya. Tapi hanya sampai beberapa langkah, dia berbalik lagi kearahku.
"Saya tidak ingin bertemu lagi denganmu dan saya berharap ini merupakan perjumpaan kita yang terakhir kalinya .. sejak bertemu denganmu siang ini, sudah banyak hal buruk yang terjadi padaku ... "

Aku tertegun. Perhatianku terpusat ke punggungnya yang semakin lama semakin mengecil dan akhirnya lenyap dari hadapanku. Hal buruk katanya ... benar, pertama aku menabraknya, kedua ponselku jatuh kedalam cangkir kopinya yang belum tersentuh dan yang terakhir ini lebih parah lagi, dia harus membayar untuk sesuatu dan seseorang yang belum dikenalnya.

Kembali, untuk kesekian kalinya hari ini, aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Setelah itu aku mulai melangkahkan kaki, memasuki gedung 'Daily News' yang sudah kelam terbalut dewi malam.

*************

Mie gelas sudah kuseduh. Kubawa ke tempat kerja dan meletakkannya ke pojok meja yang masih kosong dari kertas-kertas yang bertaburan. Pandanganku beredar ke meja kerja yang berantakan. Sebagian pekerjaan yang diserahkan kepadaku sudah kuselesaikan sedangkan sebagian lagi masih menumpuk di meja.

Kujatuhkan tubuh ke kursi dan mulai mengerjakan pekerjaan yang tersisa. Aku begitu larut dalam pekerjaan itu sehingga lupa waktu. Setengah jam kemudian baru teringat olehku mie gelas yang terlantar di pojok meja. Aku meniup nafas kuat-kuat dan mendesah panjang. Kuraih mie gelas itu dan membuka tutupnya. Sekali lagi hembusan kuat keluar dari mulutku. Mie di dalam gelas itu sudah mengembung semua. Seleraku langsung lenyap. Tapi aku tidak punya pilihan lain kecuali memakannya.

Baru saja aku menyumpit mie itu dan bermaksud membawanya ke mulut ketika suara berisik dari belakang mengejutkanku. Aku berpaling dan menajamkan penglihatanku ke sana. Pintu kantor direktur Chan terbuka. Direktur muda yang baru memimpin kantor koran kami selama seminggu setelah mengantikan ayahnya, pak presiden direktur, Mr. Chan tua, keluar dari ruangan itu.

Aku sangat terkejut. Tergesa kujatuhkan mie gelas di tanganku ke atas meja dan mulai menutupi semua kertas di hadapanku dengan koran lama. Tapi terlambat, direktur muda, Sammul Chan, sudah berdiri di sampingku. Aku langsung gelisah. Mataku terpejam rapat dan bibirku bergetar hebat. Kugigit bibir bawah dengan kuat.

Sammul memandangiku sesaat. Aku dapat merasakan pandangannya yang tajam. Kemudian dia memindahkan pandangan kearah meja. Disingkirkannya koran yang menutupi sekeliling meja. Aku semakin merapatkan sepasang mataku.

"Hmmmm .. saya perhatikan kamu bekerja sampai larut malam terus setiap hari ... "

Aku membisu, tidak mampu mengeluarkan suara. Sammul kemudian melanjutkan perkataannya.
"Lembur setiap malam tidak menunjukkan bahwa kamu giat bekerja tapi menunjukkan bahwa kamu itu pekerja yang lambat ... kamu tahu apa yang akan kulakukan terhadap seorang pekerja sepertimu?"

Aku sangat terkejut mendengar pertanyaannya. Kepalaku terangkat dan Mataku langsung terbelalak lebar kearahnya.
"Sa .. sa .. ya ... joesonghaeyo ... "

Sammul mengenyit. Pandangannya kembali beredar ke atas meja. Dan matanya semakin menyipit ketika melihat berita olahraga, entertainment, iklan dan bahkan resep masakan berserakan di sana. Diraihnya salah satu dari kertas itu dan mengarahkannya kepadaku.
"Apakah ini juga merupakan tugasmu? Resep masakan? ... bukankah kamu itu bagian headline? Mengapa berita yang lain juga kamu kerjakan?"

Pertanyaan bertubi-tubi itu tidak mampu kujawab. Sammul mengelengkan kepalanya. Kemudian perhatiannya jatuh ke mie gelas yang terletak di meja.
"Ini makan malammu? ... ohhh ... kenakan jaketmu dan ikut saya keluar ... "

Mataku semakin melebar. Kacamata di hidungku melorot ke bawah. Dengan gugup kudorong kacamata itu keatas.

"Ayo, kita makan di luar saja! .. pekerjaan itu ditinggalkan dulu, nanti saya akan membantumu mengerjakan semuanya ... "

Aku semakin terkejut. Bagaimana mungkin direktur Chan bisa bersikap sebaik ini kepadaku? Sebelum keterkejutanku hilang, Sammul menarikku berdiri dari tempat duduk sementara tangannya yang satu lagi meraih jaket yang tersampir di sandaran kursi.


_________________TBC__________________

DragonFlower
DragonFlower

Posts : 94
Join date : 2013-06-17
Location : | Trapped in CNBLUE Dorm |

Back to top Go down

Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn Empty Thirty Days Changes--Chapter Two

Post by DragonFlower Mon Jul 15, 2013 7:22 pm



-Thirty Days Changes-
by Lovely Ian Wong
CHAPTER TWO


Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn 4423035637_afb29af33b_o

[center]_________________TBC__________________



Hari kedua, pukul 10:30 pagi ....
Lee Min Ho ....


Rapat yang dipimpin oleh Mr. Jung, presiden direktur dari Seoul Spirit co., yang dihadiri oleh beberapa direktur dari departemen yang berbeda dari perusahaan yang bersangkutan, dan utusan dari Great Building co., yang diwakili oleh kami, aku dan Raymond cs, sudah berjalan selama 1,5 jam dengan tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Orang-orang dari Seoul Spirit berkeras semua kesalahan yang terjadi dengan gedung yang baru didirikan sebulan yang lalu itu tidak terletak dipihak mereka. Biaya yang sudah dikeluarkan Seoul Spirit sudah distandarkan. Mereka tidak mengurangi biaya yang diperlukan untuk mendirikan gedung itu sepeserpun. Dan menurut anggaran pengeluaran yang mereka ajukan, memang tidak ada masalah dengan biaya.

Sedangkan pihak kami juga tidak mau disalahkan begitu saja. Kami tidak menerima tuduhan bahwa ambruknya gedung yang baru didirikan itu terletak pada desain yang kami buat.

Karena pemecahan masalah ini tidak didapat, dan malahan perbedaan pendapat membuat suasana rapat menjadi semakin panas, maka rapat yang belum selesai ini terpaksa ditunda.


**********


"Apa yang ada dalam pikiran orang-orang Korea itu? alasan yang paling tidak masuk akal mereka keluarkan, .... bagaimana .. bagaimana mungkin masalah ini terletak pada desain kita?", Raymond berteriak keras dengan emosi yang hampir meledak. Kaki kanannya dihentakkan ke lantai sehingga menimbulkan suara dentaman keras.

Aku berjalan di samping Raymond, tanpa memperhatikan kemarahannya yang besar. Saat ini pikiranku sedang berputar di antara masalah yang kami hadapi. Bukti yang dikeluarkan Seoul Spirit sangat kuat dan mendasar. Jika benar masalah ini tidak terletak pada biaya yang dikeluarkan, berarti ... berarti ... pasti bahan yang dipakai untuk mendirikan gedung itu yang bermasalah.

Kalau memang begitu, pasti ada orang yang melakukan permainan gelap dalam proyek ini, dan orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu bisa saja dari pihak Seoul Spirit maupun Great Building. Atau mungkin juga dari pihak yang mensponsori pendirian gedung ini. Yang kuketahui ada dua perusahaan besar lain yang mensponsori proyek ini yaitu Globe Bank dan East Paradise ltd.

"Leader!!!! ... apa yang harus kita lakukan sekarang?", Raymond berpaling kearahku. Dia menghentikan langkahnya.

Aku tidak berhenti di situ. Kakiku terus melangkah begitu juga dengan pikiranku. Dahiku berkerut dengan pikiran yang masih berputar di antara masalah yang ruwet itu.

"Leaderrrrrrrrr !!!!!!!!!!"

Teriakan Raymond yang keras menghentikan langkahku. Aku berpaling kearahnya. Raymond cs memandangiku dengan sinar mata yang memancarkan kekhawatiran.

"Leader baik-baik saja, kan?", tanya Ryan, anggota termuda dari kelompok kami.

Aku tersenyum kearah mereka. Berusaha menenangkan dan menyemangati jiwa bertarung mereka yang sudah agak mengendor, walaupun diriku sendiri tidak begitu yakin bisa menangani semuanya.

"Saya baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir .. tadi saya hanya sedang memikirkan jalan keluar dari masalah yang kita hadapi sehingga tidak mendengar panggilan kalian .. sorry ..".

Raymond cs saling berpandangan satu sama lain. Mereka tidak begitu percaya dengan perkataanku.

"Tapi masalah ini begitu parah ... bagaimanapun tegarnya leader, kami yakin masalah ini sangat mempengaruhi jiwa dan raga leader ...", kata Raymond, yang diiyakan yang lain dengan anggukan kepala.

"Heiii .. kalian jangan begitu, saya janji saya akan baik-baik saja ... sekarang kalian sebaiknya pulang ke kantor dulu, call taxi saja, saya memerlukan mr. Kim untuk mengantarkanku ke suatu tempat ... "

Kugerakkan tangan ke depan, mempersilahkan mereka berjalan terlebih dahulu.

"Leader mau kemana?", tanya Raymond tanpa beranjak dari tempatnya.

"Ada yang mau saya selidiki ..", jawabku halus.

Raymond mempertajam pandangannya, sedangkan yang lain juga memandangiku dengan pandangan bertanya-tanya.
"Tidak perlu bantuan dari kami kah?"

"Tidak!!!!!", jawabku cepat. "Jika kalian masih saja berdiri di situ, saya yang akan pergi terlebih dahulu ... ", lanjutku. Tanpa memperdulikan lagi reaksi dari mereka, aku bergegas berlalu dari situ.

"Leaderrr!!!! ..", teriakan Raymond bergema di belakangku.

Aku tidak berpaling. Aku terus melangkah dengan langkah lebar menuju pintu utama, dimana Mr. Kim sudah menungguku di sana dengan mobil yang dikendarainya.


************


Kantor koran 'Daily News' ...
Goo Hye Sun ...


Waktu sudah menunjukkan pukul 01:15 siang. Waktu makan siang sudah lewat. Para karyawan sudah berbondong memasuki kantor. Kugigit bibirku keras-keras. Pandanganku jatuh ke mie gelas dan sebatang coklat yang terletak di atas meja. Sekali lagi aku harus puas dengan makanan yang menjemukan ini.

"Hyesun-ah, bagaimana artikel yang kuminta diketikkan olehmu?"

"Hyesun-ah, yang kutitipkan tadi pagi sudah selesaikah?"

"Hyesun-ah, saya membutuhkan foto itu segera, sudah kamu scan kan?"
dan lain-lain ... dan lain-lain ....

Para rekan kerja menghampiriku dan meminta semua pekerjaan yang mereka titipkan padaku. Aku memberikan semua pekerjaan yang sudah kuselesaikan kepada mereka. Dan untuk yang belum kuselesaikan, aku langsung mendapat omelan dari mereka. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membungkukkan badan berkali-kali dan meminta maaf dengan tampang memelas. Setelah puas dengan omelan dan pelampiasan amarah, mereka kembali ke meja masing-masing.

Aku menghembuskan nafas panjang. Bayangan dari samping membuatku berpaling. Ji Hoon oppa memperhatikanku dengan dahi berkerut. Aku menunduk perlahan. Tidak berani aku membalas tatapannya yang tajam. Aku merasa tidak berguna. Selalu begitu .. aku selalu begitu, tidak bisa memberontak walaupun hati ini terluka.

Tanpa kusadari seseorang telah berdiri di tengah ruangan, terpisah dua meja dari mejaku. Dia melirik kearahku sekilas.

"Mulai sekarang saya tidak mau lagi melihat ada pekerjaan yang tidak pada tempatnya .... jika memang pekerjaan sendiri tidak dapat diselesaikan pada waktunya, sebaiknya kalian lembur untuk menyelesaikannya dan bukan meminta rekan kerja yang lain menyelesaikannya ... jika hal ini masih terlihat oleh saya maka jangan menyalahkanku jika mengambil tindakan lebih lanjut ... "

Suara itu mengejutkanku. Aku segera berpaling ke belakang. Sammul berdiri di sana sambil mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Hening semua. Setelah menyelesaikan perkataannya, Sammul kembali ke ruang kantornya tanpa berpaling sedikitpun kearahku.

Sepeninggal Sammul, seisi ruangan langsung heboh. Semua berpaling kearahku. Pandangan mereka sangat menusuk.

"Hyesun-ah .. kamu mengadu ke Mr. Chan ya?", Hyo Joo melirik sinis dan suaranya membuatku tertekan.

"Bagaimana ... bagaimana mungkin kamu melakukan ini, Hyesun-ah? .. tidak kusangka kamu selicik itu ... ", kata yang lain.

Aku langsung berdiri dari tempat dudukku. Mataku terbelalak lebar. Aku tidak percaya mereka bisa mempunyai pikiran seperti itu terhadapku.

"Saya ... saya .. tidak pernah mengatakan apa-apa kepada Mr. Chan ... Beliau .. mengetahui semua itu karena .. kecerobohanku tadi malam .. saya tidak mengetahui kalau beliau masih berada di kantor tadi malam .. joesonghaeyo .. maafkan saya ... jeongmalmiane ... ", aku menunduk berkali-kali tapi tetap perkataan tidak mengenakkan masih terdengar dari mulut mereka.

"Kembalikan artikel itu padaku .. dan jangan berbicara padaku lagi ... huhhh .... "

Mereka mulai mengerumuniku dan mengeledah mejaku dengan paksa guna mendapatkan kembali pekerjaan yang mereka titipkan kepadaku. Aku hanya bisa berdiri di tempat dengan sepasang mata yang mulai memerah. Dengan usaha keras aku menahan airmata yang sudah bergantung di pelupuk mata supaya tidak jatuh. Permintaan maaf terus keluar dari mulutku.

"Heiiii ... apa yang kalian lakukan? mengapa kalian menyalahkan Hyesun? kalian sudah mendengarnya sendiri kan? itu semua perintah dari Mr. Chan ... Hyesun tidak tahu menahu dengan semua ini ..... ", Ji Hoon oppa berjalan kearahku. Tangannya terbentang lebar seakan melindungiku. Aku sangat terharu. Tanganku bergerak memegang lengannya dan mengeleng perlahan.

"Hyesun-ahhh ... kamu masih ingin ditindas ya?", tanya Ji Hoon dengan suara keras. Dia sangat kecewa kepadaku. Aku tahu itu. Semuanya terpancar jelas dari sinar mata dan sikapnya. Tapi aku tidak dapat menolongnya. Beginilah diriku. Aku tidak dapat merubah sikapku.

"Gwencana ..... ", jawabku halus.

"Huhhhh ... saya sungguh tidak punya ide untuk merubahmu ..... ", kata Ji Hoon dengan menghembus nafas panjang.

Aku tersenyum. Walaupun semuanya memusuhiku, masih ada Ji Hoon oppa di sampingku dan itu sudah lebih dari cukup bagiku.

"Kamu belum makan kan? tadi oppa membelikan nasi kimchie buatmu ... sebentar, oppa ambilkan untukmu ... dan .. cepat singkirkan mie instant itu, oppa tidak mau lagi melihat kamu makan yang begituan ... araso? ", Ji Hoon berkata dengan suara keras tapi mulutnya menyunggingkan senyum lembut yang menghangatkan.

"Khamsamida .. oppa ... ", kataku pelan.


***********


Pukul 07:30 malam ....

Seperti biasa, tinggal aku seorang diri di sini. Tanganku bergerak menekan perutku, lapar sekali. Suara pintu berderik dari belakang menarik perhatianku. Aku berpaling ke belakang. Sammul keluar dari ruang kantornya. Keningnya berkerut begitu melihatku. Aku segera berbalik ke posisiku semula. Bibirku kugigit keras dan mataku terpejam rapat. "Gawat!! kecolongan lagi ... ", batinku dalam hati.

Sammul mendekatiku. Dan walaupun aku tidak melihat kearahnya, aku tahu dia menatapku dengan pandangan tajam.
"Kamu masih di sini?", tanyanya dengan suara yang tenang dan dalam.

"Saya ... saya belum menyelesaikan semua pekerjaan ini ...", jawabku pelan.

"Masih membantu sunbaemu menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan? bagaimana mungkin kamu .... saya sudah mengumumkannya dengan sangat jelas, kan? kamu ini .... ", Sammul berusaha menahan emosinya.

Aku segera mendongak ke atas.
"Tidak!! Bukan begitu ... karena tadi pagi saya menyelesaikan pekerjaan mereka jadi pekerjaanku sendiri terbengkalai ... saya hampir menyelesaikannya .. "

Sammul mengangguk perlahan.
"Kamu sudah makan?"

Aku mengeleng. Sammul melirik sekilas jam yang melingkar di tangan kanannya.
"Saya ingin mengajakmu makan bersama tapi .. malam ini saya ada janji dengan papaku .. jadi "

"Tuan jangan pedulikan saya ... saya bisa menjaga diri sendiri ... ", aku memotong perkataannya dengan cepat.

"Kamu yakin bisa pulang sendiri?", tanya Sammul sambil menatap lekat kearahku.

Aku mengangguk dengan mantap. Sammul menghembuskan nafas perlahan.
"Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu ... ingat pakai jaketmu, udara di luar sangat dingin, dan .. bawa ini, sebentar lagi akan turun hujan .. ", Sammul menyandarkan payung yang dibawanya di pojok meja. Tersenyum tipis kepadaku kemudian berjalan ke luar ruangan.

Aku mengikuti langkah Sammul dengan pandanganku sampai dia menghilang dari hadapanku. Kulirik sekilas payung yang tersampir di dekat kakiku dan tersenyum perlahan. Kemudian aku meneruskan lagi pekerjaan yang tinggal sedikit.


*********


Pukul 08:00 malam .....
Lee Min Ho ....


Tidak kusangka aku bisa menghabiskan waktu hampir sehari penuh cuma untuk menyelidiki gedung yang bermasalah itu. Semuanya mencurigakan walaupun aku masih tidak begitu mengerti apa sebenarnya yang mencurigakanku itu. Pasir dan abu dari bekas runtuhan gedung yang didirikan tersebut menarik perhatianku. Pilar penyangga itu bermasalah. Aku yakin itu.

Sekitar pukul 07:35 malam, aku meninggalkan reruntuhan gedung hasil desain dari tanganku sendiri itu. Kepalaku tertunduk sepanjang perjalanan. Hatiku sangat tertekan, otakku sangat penat. Ingin sekali aku menumpahkan semua yang kurasakan. Tapi aku tidak tahu harus membicarakannya dengan siapa. Aku teringat kepada Angel. Aku merindukannya. Tapi tetap saja aku tidak dapat mendiskusikan semua ini dengannya. Entah mengapa, walaupun kami sudah bersama selama dua tahun, tetap saja aku tidak dapat terus terang kepadanya.

Di antara kami masih ada jurang pemisah yang belum bisa kuhapuskan. Mungkin semua itu berhubungan dengan bayanganku terhadap ibu. Angel bukan seorang gadis yang mendekati sosok ibu yang kurindukan. Walaupun aku menyayanginya, aku tidak bisa membicarakan semua dengan perasaan yang nyaman dengannya.

Langkahku sangat lambat, menyusuri jalan setapak yang sepi. Aku tidak sadar telah sampai di mana. Aku menghabiskan waktu sekitar 25 menit dengan pikiran melayang. Kuperhatikan keadaan sekelilingku. Sangat asing. Tidak banyak gedung bertingkat di sini. Beberapa titik air mengenai wajahku. Aku mendongak keatas. Perlahan tapi pasti rintik-rintik hujan mulai jatuh ke bumi. Angin bertiup kencang. Aku merapatkan mantel panjang yang kukenakan ke depan dada. Udara sangat dingin. Air hujan mulai menderas. Dengan sedikit mendesah aku mengarahkan pandanganku ke sekeliling. Dan kudapatkan tempat berteduh berupa lorong gelap yang menjorok ke bawah lewat bahu di belakangku.

Lorong itu sepertinya lorong bawah tanah yang digunakan para pejalan kaki dan pengendara sepeda untuk menyeberang ke jalan sebelah. Kuangkat tanganku ke atas guna melindungi kepala dari siraman air hujan yang menderas. Aku berlari ke sana dengan langkah lebar.


*********


Goo Hye Sun ...

Setengah jam kemudian, aku sudah berlari di jalan sepi menuju rumahku yang terletak agak di pelosok selatan kota Seoul. Udara sangat dingin. Hujan sudah mulai turun. Aku mengigil dalam balutan pakaian yang tipis dan terpaan air hujan. Karena tergesa meninggalkan kantor, aku lupa memakai jaketku. Begitu juga dengan payung yang diberikan Sammul.

Aku berusaha mencari perlindungan dari derasnya air hujan dalam kegelapan. Kuarahkan pandanganku ke depan. Aku tersenyum. Tempat ini sangat kukenal. Dengan cepat aku berlari ke lorong bawah tanah yang ada di depanku. Aku tidak melihat seseorang berlari dari arah berlawanan, sehingga tidak pelak lagi aku bertabrakan dengannya.

Aku mendongak cepat. Orang itu sangat tinggi dan sepertinya dia tidak asing bagiku. Tapi aku tidak bisa mengingatnya.Kepalaku masih agak pening akibat tabrakan tadi.

"Kamuuuuuu!!!!!!"

Teriakan itu menyadarkanku. Orang itu ternyata orang yang kujumpai beberapa kali dalam suasana yang tidak menyenangkan.
"Joesonghaeyo ... maafkan saya ... ", aku membungkuk berkali-kali kearahnya.

"Kamu lagi,.. kamu lagi, .. bagaimana mungkin sampai di sini juga bertemu denganmu ... ", katanya dengan nada kasar.

"Joesonghaeyo ...."

Aku melirik orang itu. Dia kelihatan sangat terganggu dengan kehadiranku.

"Saya akan pergi sekarang juga .. sekali lagi, maafkan saya .. ", aku membungkuk lagi kearahnya. Kemudian aku bergerak ke depan, bersiap keluar dari lorong itu.

Hujan deras langsung menerpa wajahku ketika kakiku sudah melangkah keluar. Sebuah tangan yang besar dan keras tiba-tiba terjulur dan menarikku kembali ke belakang.

"Kamu sudah gila ya? .. tidak lihatkah hujan di luar sangat deras .. kamu ini .. huhhh ... ", orang itu berteriak keras kearahku.

Aku memandanginya dengan kebinggungan. Tidak mengerti dengan perbuatan yang baru dilakukannya. Aku mengigil kedinginan dengan sekujur tubuh basah kuyub akibat guyuran air hujan tadi. Gigiku bergemelatuk hebat.
"Saya .. saya .. tahu kehadiranku menganggumu jadi ... "

"Jadi kamu ingin segera lenyap dari hadapanku tanpa memperdulikan hujan lebat di luar sana .. ", kata orang itu dengan suara yang lebih keras lagi. "Kamu kira saya ini orang yang tidak berperasaan ya? yang karena kenyamanan sendiri akan membiarkan orang lain menderita?", lanjutnya lagi dengan tampang kesal.

"Joesonghaeyo ... ", kataku pelan.

"Kamu boleh berlindung di sini, tapi berdiri saja di sini .. ingat jangan mendekatiku .. ", setelah berkata begitu, pemuda itu berjalan ke sudut sebelah.

Aku mengangguk perlahan. Sangat pelan dan tidak berani bergerak dari tempatku. Pemuda itu menyandar ke pojok lorong dengan sepasang mata yang mulai terpejam rapat.


*********


Lee Min Ho ....

Sekali lagi aku bertemu dengan gadis itu. Dan lagi dalam keadaan yang sangat tidak menyenangkan. Setelah pikiranku penuh dengan semua masalah yang terjadi selama seminggu terakhir, yang melelahkanku, Aku bertemu dengan dia lagi. Mataku tertutup rapat, berusaha untuk menenangkan emosiku yang hampir meledak.

Detik demi detik dan menit demi menit berlalu dalam keheningan. Perasaanku sudah mulai tenang kembali setelah usaha keras tadi. Aku tidak tahu sudah berapa lama berada dalam posisi seperti tadi. Mungkin sudah sekitar 15 menit atau mungkin lebih. Waktu terasa berjalan sangat lambat.

Kemudian senandung pelan dan lembut itu menyadarkanku dari keheningan. Mataku terbuka perlahan. Gadis di depanku bersenandung kecil dengan pandangan lurus terarah ke depan. Bibir mungilnya tersenyum tipis. Tangan kanannya terjulur keluar lorong, menadah air hujan yang sudah mulai mereda.

"tik .. tik .. tik ... tik ... "

Senandungnya tidak begitu jelas tapi menenangkan. Lembut dan menghanyutkan. Aku berdeham perlahan.
"Ehemmmm .. hentikan senandungmu yang jelek dan berisik itu ... "

Dia tersentak. Kelihatan sangat terkejut dengan perkataanku yang mendadak. Dia berpaling kepadaku dengan sepasang mata terbelalak lebar di balik kacamata tebalnya.
"Joesonghaeyo ... ", dia kembali membungkuk kearahku.

"Berhentilah menyembahku .. ", kataku kesal.

"Hahhhh??", dia menatapku dengan pandangan penuh tanya.

"Sudahlah ... kamu tidak akan mengerti arti dari perkataanku .. sekarang yang saya harapkan darimu adalah jangan mengeluarkan suara, saya butuh ketenangan ... ", aku kembali menutup mataku tanpa mau mengetahui reaksi dia selanjutnya.


*********


Setengah jam kemudian, hujan sudah berhenti. Aku menjulurkan kepala keluar dan mendongak ke atas, tidak ada lagi air yang ditumpahkan dari atas. Kusilangkan mantel rapat-rapat di depan dada kemudian melangkah keluar. Terdengar olehku suara dari belakang. Aku menoleh, gadis di belakangku juga berjalan keluar dari lorong. Dia menatapku dengan gugup. Aku berpikir sejenak sebelum berpaling kembali kedepan dan meneruskan langkahku tanpa memperdulikannya lagi.

Setelah beberapa langkah ke depan, aku berbalik kembali ke belakang. Suara langkah kaki itu masih mengikutiku dari belakang. Gadis itu langsung berhenti di tempatnya. Wajahnya sangat pucat, entah karena ketakutan atau kedinginan.
"Saya .. saya bukan mengikutimu .... jalan yang harus kutempuh .. ada ... ada di depan ...", jawabnya gugup.

Melihat kepucatan dan kegugupannya, ada sedikit perasaan tidak tega merasuk ke dalam hatiku.
"Jika bukan mengikutiku, berjalanlah di sampingku ... aku paling tidak suka diikuti dari belakang .. ", kataku dengan nada tajam, kemudian kuteruskan langkahku.

Sebentar saja gadis itu sudah berjalan di sebelahku. Kami berjalan tanpa mengeluarkan suara. Lima menit berlalu sudah. Aku meliriknya lewat sudut mataku. Dia mengigil kedinginan. Bibirnya pucat pasi. Aku menghembuskan nafas kuat-kuat. Gadis ini sungguh tidak dapat kupercaya. Bagaimana mungkin dia berkeliaran di udara dingin dengan pakaian terbatas seperti itu.

Aku berhenti melangkah dan menoleh kearahnya. Kulepaskan mantel yang kukenakan kemudian berjalan kearahnya. Melihat aku berhenti di tengah jalan, dia juga menghentikan langkahnya. Kusampirkan mantel panjangku ke pundaknya. Dia langsung terpaku melihat perbuatanku.

"Jangan berpikiran yang tidak-tidak .. saya memberikan mantel ini kepadamu karena saya tidak ingin menjadi seorang pembunuh dengan membiarkanmu mati kedinginan ... lagipula .. kamu ini.. bagaimana kamu bisa berkeliaran dengan pakaian setipis itu?", kataku keras. Rasanya aku sudah akan meledak dengan kebodohan gadis ini.

"Saya punya jaket.. hanya saja .. jaket itu ketinggalan di kantor ... dan saya sudah terburu waktu jadi saya rasa akan baik-baik saja dengan pakaian ini, saya tidak menyangka akan turun hujan sederas itu .. ", jawabnya polos.

Sekali lagi aku menghembuskan nafas panjang. Kemudian aku berbalik dan meneruskan langkahku lagi.

"Saya akan mengembalikan mantel ini kepadamu besok .. jadi bisakah kamu memberikan alamatmu kepadaku? .. oh ya, kenalkan namaku Goo Hye Sun ... dan kamu sendiri siapa?", gadis itu mengajukan pertanyaan bertubi-tubi kearahku sehingga menyebabkanku berhenti melangkah dan berpaling kearahnya.

"Heii dengarkan saya nona .. saya tidak memerlukan mantel itu lagi, kamu tidak perlu mengembalikannya kepadaku .. dan namamu tidak penting bagiku jadi kamu juga tidak perlu mengetahui namaku .. seperti perkataanku kemarin malam, saya tidak ingin bertemu lagi denganmu .. setiap bertemu denganmu, tidak ada sesuatu yang baik yang terjadi padaku ... "

Setelah perkataan itu aku meninggalkannya dengan langkah lebar. Aku sudah tidak mau bertemu dengannya lagi. Tidak ingin wajah itu kembali hadir di hadapanku. Aku tidak berbalik ke belakang sehingga tidak melihat wajah memelas itu mengumamkan kata "Khamsamida .." padaku.


*********



Pukul 09:00 malam, aku mendapat sambungan telepon dari Angel.

MH :"Hello Angel ... "
AY :"Minho, bagaimana keadaan di sana?"
MH :"Baik .. hmm besok kamu akan tiba jam berapa? saya sudah mempersiapkan segala sesuatu buat menyambut kedatanganmu .... "
AY :"Ohhh sorry my dear .. saya tidak bisa menepati janjiku, Presiden Lau memintaku ikut dengannya selama seminggu ke Jepang ... " (suaranya terdengar menyesal)
MH :"Apa?? bagaimana mungkin? kamu sudah berjanji padaku Angel ... "
AY :"Saya tahu itu, tapi saya juga tidak bisa berbuat lain ... apakah keadaan di sana sangat gawat?"
MH :"Tidak!! saya bisa menanganinya ... "
AY :"Kalau begitu tunggu saya seminggu lagi .. saya berjanji akan langsung terbang dari Jepang ke Korea begitu masalah di sana terselesaikan ... "


Hening ... untuk beberapa lama, aku tidak menyahutnya ...
AY :"Minho?? Are you still there?"
MH :"Ya, saya masih di sini ... sudahlah Angel, pembicaraan kita sampai di sini saja .. saya sangat capek, saya ingin istirahat sekarang juga .... "


Aku langsung memutuskan hubungan telepon dengan Angel, tanpa mau mendengar perkataannya lagi. Kubuang telepon selular itu ke ranjang. Huhhhh membatalkan janji lagi .. selalu begitu. Aku menutup wajahku rapat-rapat dengan kedua tangan. Aku memaki diriku sendiri mengapa tidak bisa berterus terang tentang keadaan yang sebenarnya ke Angel. Ingin sekali aku berteriak. Semua masalah selalu kusimpan dalam hati. Sulit sekali bagiku untuk mengeluarkan isi hatiku ke Angel. Kuhempaskan tubuh ke ranjang. Sebentar saja aku sudah terlelap. Jiwa dan raga yang lelah membuat tubuhku menerawang dan berputar di sekeliling awan putih yang menghayutkan.



***********000000**********


DragonFlower
DragonFlower

Posts : 94
Join date : 2013-06-17
Location : | Trapped in CNBLUE Dorm |

Back to top Go down

Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn Empty Thirty Days Changes--Chapter Three

Post by DragonFlower Mon Jul 15, 2013 7:25 pm



-Thirty Days Changes-
by Lovely Ian Wong
CHAPTER THREE




Lee Min Ho...
hari ketiga di Korea .... sabtu, 5 Desember 1999 .......

Aku baru selesai membersihkan diri ketika bel pintu depan berbunyi. Gigiku bergemelatuk hebat dengan tubuh yang hanya terbalut kemeja tipis dan jeans biru ketat. Aku berlari ke pintu depan dan membuka membukanya. Raymond sudah berdiri di sana dengan setelan jas resmi yang sangat rapi. Mulutku sampai tergangga melihat penampilannya yang ajaib di pagi buta ini.
"Ada apa!!???", tanyaku keheranan.

"Ada apa ... ?", Raymond mengulangi pertanyaanku dengan kening berkerut. "Bukankah Angel akan tiba hari ini? ... leader tidak bermaksud menjemputnya, kah?", lanjutnya lagi.

Mendengar pertanyaan itu, tampangku langsung berubah. Percakapan via telepon kemarin malam tergiang kembali di telingaku.

"LEADERRRR!!!", teriakan Raymond ditambah guncangan keras di bahu membuyarkan lamunanku. Aku tersentak, seperti seorang pecundang yang tertangkap basah oleh kesalahan yang dilakukannya.

"Ohhhh ... dia ... dia .. tidak jadi .. datang hari ini ... ", jawabku dengan kalimat terputus-putus.

Raymond sangat terkejut. Sepasang matanya melebar kearahku. Mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi aku sudah mendahuluinya ..
"Telepon Miss Son Jie Ah untukku, Ray .... ingat! segera!! ... katakan padanya kalau kita membutuhkan bantuannya .... minta dia menghadiri rapat senin depan bersama kita ... "

Raymond semakin terkejut ketika mendengar keputusanku. Dia mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi jika kami mengambil jalan itu. Son Jie Ah adalah pengacara senior 'Great Building' Korea. Dengan meminta bantuannya berarti kami sudah tidak memerlukan Angel lagi.
"Leader serius dengan keputusan ini ...?"

Tampangku mengeras.
"Tentu saja!! ..kita tidak bisa menunda kasus ini sampai minggu depan ... Angel baru bisa kemari minggu depan .. dan .. kita tidak bisa menunggu selama itu ... masalah ini harus segera diselesaikan .. harus!! "

"Apakah Angel sudah mengetahui keputusan ini?", tanya Raymond, setelah berhasil menguasai dirinya.

Agak segan aku menjawab pertanyaan Raymond ..
"Belum ... dan .. saya rasa tidak ada bedanya, dia mengetahuinya atau tidak ... minggu depan dia akan sibuk dengan pekerjaannya di Jepang .. jadi .. saya tidak perlu membebaninya dengan masalah ini ... "

Beberapa lama Raymond membisu di tempatnya. Pandangannya yang tajam terarah lurus ke mataku. Dia sepertinya berusaha menyelami isi otakku. Aku berdeham pelan. Agak risih diperhatikan seperti itu. Detik demi detik berlalu. Perlahan aku berbalik dan berjalan ke lemari kayu yang terletak di tengah ruangan. Kubuka pintunya dan kuperhatikan sejenak beberapa setelan jas dan mantel yang tergantung di sana.

"Apakah .. ada jarak komunikasi antara kalian?",
pertanyaan itu menghentikan kegiatanku. Tanganku yang terulur ke salah satu jas di lemari, tergantung di tengah jalan.

"Leader ... ???"

Mataku terpejam perlahan. Sambil menelan ludah yang tertahan di tenggorokan, kuraih jas tebal berwarna putih dengan kerah tinggi, lalu memakainya. Aku masih dalam posisi membelakangi Raymond.
"Saya keluar sebentar ... mau mencari udara segar .. di sini terlalu sumpek ... "

Aku berjalan ke pintu depan. Tapi langkahku terhenti ketika Raymond berkata lagi ...
"Mengapa leader tidak menceritakan keadaan sebenarnya ke Angel? ... minta dan bujuk dia ke sini! .. jelaskan keadaan kita yang sangat mendesak dan sangat memerlukan bantuannya ... saya yakin, demi leader, dia akan segera terbang ke sini ... "

Penjelasan Raymond membuat hatiku semakin tertekan. Berterus terang ke Angel, katanya? Apakah dia pikir aku tidak mau melakukannya? Sesungguhnya aku ingin sekali melakukannya. Tapi apa daya, aku tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Egoku melarang aku melakukannya. Aku menghela nafas perlahan.
"Jangan lupa kunci pintunya .... "

Hanya kata-kata itu yang terucap dari bibirku. Sangat datar dan terdengar tidak berperasaan. Aku melangkah keluar, meninggalkan Raymond seorang diri dengan pintu tertutup di belakang.

************

Kediaman keluarga Chan ....

Ruang makan yang sangat besar itu tertata apik dengan berbagai barang antik dari keramik dan penghargaan yang terdiri dari emas, perak dan perunggu, di lemari berkaca yang sangat tinggi dekat jendela. Sebuah meja panjang berkilat dari pualam hitam dengan kursi-kursi bercorak anggun yang mengelilinginya berada di tengah ruangan itu.

Mr. Chan tua dan Sammul sedang duduk menghadapi meja makan yang sudah dihidangi makanan yang terdiri atas ham, telur dadar, dan kacang-kacangan, lengkap dengan segelas susu. Mereka sarapan tanpa mengeluarkan suara. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan keluarga sejak dulu. Dua orang pelayan berdiri di pojok ruangan dengan sikap sempurna. Siap sedia melayani segala keperluan majikannya tersebut.

Sepuluh menit kemudian, semua peralatan bekas sarapan disingkirkan. Sekarang Mr. Chan tua dan Sammul bisa berbincang dengan leluasa.

"Sam ... kamu masih ingat dengan acara besok siang, kan?", Mr. Chan tua memulai perbincangan antara mereka.

"Tentu saja, dad! ... pameran perlombaan mendesain bandara yang diselenggarakan 'Great Building', kan?

"Bagus kalau kamu masih ingat! .. paman Yoonmu menginginkan kehadiranmu di sana .. ya, tentu saja sekalian meliput berita itu ... "

Sammul menganggukkan kepalanya. Perlombaan ini boleh dikatakan ajang kreasi terbesar bagi para arsitek muda berbakat dari kawasan asia.

"Kamu akan pergi sendiri .. atau ... daddy perlu menyuruh seseorang menemanimu?", tanya Mr. Chan tua. Suaranya terdengar ragu-ragu.

"Tidak! .. dad tidak perlu melakukan itu ... saya .. saya sudah punya .. partner .. "

Perlahan bibir Sammul tertarik keatas, membentuk senyum penuh arti.

*************

Goo Hye Sun .....

Aku terjaga sejak jam 5 subuh, dan tidak bisa terlelap lagi. Pikiranku dipenuhi berbagai peristiwa yang tidak kumengerti. Seperti bermimpi, tapi .. tidak!! Aku yakin tidak bermimpi, karena sepasang mataku tidak terpejam.

Waktu berlalu. Sudah dua jam aku berada dalam posisi merentang di atas ranjang. Hari ini aku masuk kantor agak siang, sekitar jam sebelas, dan waktu kerjaku hanya setengah hari, jadi aku mempunyai cukup banyak waktu untuk bermalasan di ranjang.

Perlahan aku meraih weker dari meja kecil di samping ranjang, sudah jam 7. Dengan agak tergesa kusibak selimut yang tadi menutupi tubuhku, kemudian keluar dari kamar itu. Ruang depan sangat sepi. Pintu kamar appa dan omma tidak tertutup rapat sehingga aku bisa melihat dengan jelas keadaan di dalamnya. Kamar itu kosong. Selimut dan bantal tertata rapi di atas ranjang. "Sepagi ini sudah keluar?", dahiku berkerut.

Aku berputar ke kamar Ji Hoon oppa ...
TOK ... TOK .. TOK ...

"OPPA ...!!!!", panggilanku tidak mendapat sahutan.

"Huhhhh ......", dengusku perlahan.

Untuk beberapa saat aku berdiri di depan kamar itu. Bertanya dalam hati, "kemana perginya penghuni rumah ini?" Lalu perhatianku tertancap ke hidangan di ruang makan, yang hanya terpisahkan oleh lorong tengah. Aku melangkah ke sana. Semangkuk bubur ayam, lengkap dengan segelas susu hangat terhidang di atas meja. Di sampingnya tertempel selembar kertas kecil dengan catatan pendek. Aku tersenyum kecil, itu tulisan appa.


Hyesun-aaa .... appa, omma dan oppa akan keluar sampai nanti siang. Kita sudah mendapatkan pembeli untuk rumah ini dan pembicaraan akan dilakukan hari ini juga.
Ingat, dimakan sarapannya!! .. sampai ketemu nanti sore ....
salam, appa


Kuraih salah satu kursi yang tersampir dekat meja dan mendorongnya ke belakang, kemudian duduk di situ. Bubur ini kelihatan enak sekali.

kringggg .... kringggggg .... kringgggg .....

Deringan telepon dari ruang depan mengejutkanku. "Siapa yang menelepon sepagi ini?", aku tersungut. Tidak ingin beranjak dari kursi, tapi deringan yang semakin menjadi itu membuatku menyerah. Aku berjalan ke ruang depan dan mengangkatnya.

"Yeoboseyo ... ", suaraku terdengar tak bersahabat.

"Goo Hye Sun ..?? .. Ini Sammul Chan ... ",
suara di seberang membuatku terkejut setengah mati. Bagaimana tidak? Sammul Chan, majikanku!! ... ohhh ... sungguh tidak bisa dipercaya ....

"Hyesun??? .... apakah benar ini Goo Hye Sun?", suara itu kembali menguncangku. Tidak!! ... dia tidak bermimpi !!

"Tuan .. tuan ... Chan ... "

"Iya, ini Goo Hye Sun, kan?"

Aku mengangguk. Tidak sadar kalau sekarang lagi ditelepon.

"Hello .... ", panggilan Sammul menyadarkanku lagi.

"I ... ya ... Mr. Chan ... ", jawabku gugup.

"Jangan memanggilku Mr. Chan! ... cukup dengan nama saja ... Sam atau Sammul, terserah kamu ..."

"Hahhhh ??", kekagetan tertangkap jelas di seberang.

"Kenapa? .. kamu kedengarannya sangat terkejut! ... kita tidak di kantor, jadi jangan terlalu formal ..", Sammul berhenti sesaat. Aku tidak memberi tanggapan terhadap perkataannya karena aku memang tidak tahu harus bereaksi apa.

"Oh ya .. apakah besok kamu ada acara?", lanjut Sammul.

"Tidak, mengapa bertanya seperti itu?", tanyaku penasaran.

"Kalau begitu .. besok aku akan menjemputmu ke pameran perlombaan yang diadakan 'Great Building' ... ", jawab Sammul ringan, seakan ajakan itu sudah biasa dilakukannya.

"A ... a .. pa? .. tapi .. mengapa ... mengapa harus saya?", mataku terbelalak lebar. Tidak percaya sama sekali dengan pendengaran sendiri.

"Tidak harus kamu sih ... tapi berhubung acara ini juga merupakan bagian berita yang diliput 'Daily News' maka saya memilihmu untuk menemaniku ke sana ... jadi kamu tidak punya alasan untuk menolaknya, ok??"

Aku semakin melongo mendengar perkataan Sammul. Apalagi setelah dia memutuskan hubungan begitu saja.
Aku ingin berkata lagi, tapi tidak bisa. Dengan sebal kuletakkan gagang telepon ke tempatnya.


************

Hari keempat ...

Sammul benar-benar melakukan yang dikatakannya kemarin. Pukul 07:00 pagi, dia sudah tiba di halaman depan, lengkap dengan mobil dan sopirnya. Appa, omma dan Ji Hoon oppa sampai melongo di tempat dengan kehadiran pemuda itu. Dan semuanya terjadi karena aku tidak memberitahukannya terlebih dahulu kepada mereka.

Sammul keluar dari mobil dan berjalan kearah kami. Dia membungkuk perlahan ke omma dan appa. Kemudian tersenyum kecil ke Ji Hoon oppa. Keluargaku juga melakukan hal yang sama. Setelah acara perkenalan yang rada kaku, dan penuturan tentang maksud kedatangannya ke sini, Sammul memperhatikan dandananku dengan kening berkerut. Kemeja putih kaku yang dipadu dengan rok abu-abu selutut bukanlah pemandangan menarik. Mataku berkedip-kedip gelisah dibalik kacamata tebal yang kupakai.

Sammul menghembuskan nafasnya, kemudian menarik tanganku.
"Ayo ... pergi sekarang!!"

"Benar mau mengajakku ke acara itu??", teriakku dengan suara agak serak.

Sammul tidak menjawab pertanyaanku. Dia terus menarikku ke mobil yang terparkir di halaman depan. Setelah sampai di sana, dia mendorongku masuk ke jok belakang yang pintunya sudah dibuka oleh sopir berseragam serba putih. Kemudian dia berbalik ke belakang sambil melambaikan tangannya. Appa, omma dan Ji Hoon oppa termangu di tempat. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa dengan tindakan majikanku itu. Mereka hanya bisa membalas lambaian Sammul dengan mata terbelalak lebar dan mulut mengangga.

Sammul memasuki mobil dan duduk di sampingku. Dia kelihatan sangat puas dengan tindakan yang baru dilakukannya. Tapi begitu dia berpaling kearahku, tampangnya langsung berubah lagi. Aku tahu bahwa dandananku yang membuatnya begitu.

"Cheosongmida ... ", kataku pelan.

Sammul tidak menyahut. Pandangannya beralih ke jok depan.
"Berangkat sekarang, tuan Son .. tapi .. sebelum itu ke tempat miss Sandara dulu ... "

"Iya, tuan muda .... ", jawab sopir bermarga Son itu.

Sesaat kemudian mobil itu sudah keluar dari komplek perumahan yang terlihat kumuh tersebut.

***********

Aku mengangga lebar. Bagaimana tidak??!!! Sekarang aku terpojok dengan tiga orang wanita setengah baya yang masih kelihatan cantik di sekelilingku. Di tangan mereka terpegang gaun yang sangat indah, alat-alat kosmetik beranekaragam yang tidak kuketahui namanya dan beberapa jenis lensa kontak yang siap dimasukkan ke dalam mataku.

"Mau .. apa ..?", tanyaku gugup. Dengan reflek aku mundur ke belakang.

"Tenang saja .. mereka hanya bermaksud mendandanimu, jadi duduk di sini dan jangan bergerak!! ..", Sammul menekan kedua bahuku sehingga aku terduduk di kursi bundar yang tersedia di depan sebuah kaca besar.

"Ta .. ta .. pi ..", aku berusaha memprotes.

"Tidak ada kata tapi .. jika kamu tidak ingin saya terhina dengan dandananmu ini, sebaiknya kamu ikuti perintahku ... ", kata Sammul tegas. Kemudian dia berpaling ke tiga ahli rias yang masih berdiri di tempat dengan bibir tersenyum kecil, "Noona bisa memulainya sekarang ...!!"

Aku menghela nafas panjang. Tidak ada gunanya aku menolak dan memprotes sekeras itu! Sammul tidak akan mendengarnya. Lewat sudut mata, aku meliriknya. Dia sekarang sudah duduk di kursi panjang dekat pintu. Tangannya meraih majalah yang terletak di meja kecil, dan mulai mengamatinya dengan penuh perhatian.

Perlahan mataku terpejam. Ada apa ini? Mengapa harus mengorbankanku? Semula aku berpikir kalau majikanku ini orang yang pengertian. Sekarang aku berpendapat lain. Dia sama saja dengan yang lainnya. Yang selalu memanfaatkan kebodohan dan ketidakberdayaanku.

Sebentar saja ketiga ahjumma itu mulai mendandaniku. Mataku masih terpejam rapat. Aku tidak ingin melihat apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Kurasakan berbagai benda berbulu mengoles wajahku. Sesuatu juga menyapu bulumataku. Wajahku berkerut berulangkali. Perlakuan mereka membuatku geli.

Dua puluh menit kemudian...
"Sekarang buka matamu, agashi ....", suara itu terdengar lembut. Mataku terbuka perlahan. "Saya akan memakaikan lensa kontak ini di mata agashi ... ", lanjutnya lagi.

Aku memandang ngeri ke benda bulat yang berada di tangan salah satu ahjumma berbaju biru. Kepalaku mengeleng cepat.

"Hmm .. jangan takut .. ini tidak akan sakit ... ", katanya sekali lagi. Suara itu benar-benar lembut.

Akhirnya aku mengangguk perlahan. Ajuhmma itu kemudian memasang sepasang lensa kontak itu ke mataku. Seperti yang dikatakannya, tidak terasa sakit. Cuma sedikit tidak nyaman dengan sesuatu yang tiba-tiba menempel di mata ini.

"Bagus he.. he .. saya rasa rambut agashi tidak perlu diapa-apakan, dengan rambut pendek agashi lebih kelihatan enerjik ... sekarang ganti baju agashi dengan gaun ini .... warna kuning cocok untuk kulit agashi yang putih mulus .... miss Sonna akan membantu agashi memakai gaun ini ... ", ahjumma bersuara lembut itu tersenyum manis kearahku.

Aku bermaksud memprotes lagi, tapi dengan sigap ahjumma bernama Sonna sudah mendorongku ke kamar ganti. Sekilas terlihat olehku Sammul yang masih asyik dengan majalah di tangannya. Aku kemudian memakai gaun pendek berwarna kuning dengan dibantu oleh miss Sonna.



Setelah keluar dari kamar ganti, aku hampir terlonjat di tempat dengan dandanan sendiri di depan kaca. Apakah benar ini aku? Bagaimana mungkin? Secantik inikah aku? Aku tidak pernah bisa membayangkan kalau aku juga bisa cantik seperti ini?

"Bagaimana? cantik, kan? ... ", ahjumma berbaju biru sudah berdiri di sampingku. Wajahnya memperlihatkan senyum puas.

Aku mengangguk pelan. Sangat pelan. Aku masih belum bisa mempercayai pandanganku sendiri. Kemudian suara berisik di belakang membuatku berpaling. Sammul sudah berdiri menghadapiku. Dia tertegun. Matanya melebar dan mulutnya sedikit tergangga.

"Begini ... baguskah?", tanyaku ragu-ragu.

"Lumayan .... ", jawabnya canggung. Suaranya agak bergetar. "Gumawo, miss Sandara .. ", ujarnya ke ahjumma dengan suara lembut itu.

"Kita berangkat sekarang ... ", Sammul mengulurkan tangannya kearahku.

Aku menjadi sangat gugup dan merasa tidak nyaman. Miss sandara kemudian mendorongku pelan. Lalu tanpa bisa membantah lagi aku menaruh tanganku ke tangan Sammul yang sudah terulur kearahku.

*************

Lee Min Ho ....

Pameran yang menjemukan. Semua orang berpakaian resmi berseliweran di depan mataku. Berpuluh maket~thanks to endree_noona untuk pemberitahuannnya tentang istilah ini, maket adalah miniatur berbentuk bangunan~ dengan plat nama masing-masing para desainer terpasang di setiap sudut ruangan.

Ini adalah perlombaan para desainer yang entah keberapakali yang kuikuti. Raymond cs yang datang bersamaku tampak bersemangat. Kecuali Raymond, yang sejak kemarin kelihatan lebih banyak diam. Aku sangat heran dengan sikapnya yang tidak biasa itu. Tapi ketika kutanyakan berulangkali dia selalu menghindar. 'Saya tidak apa-apa', begitu terus jawaban yang keluar dari mulutnya.

Sekarang gantian aku yang tidak bersemangat. Pameran perlombaan seperti ini sama sekali tidak menarik bagiku. Jika saja penyelenggaranya bukan 'Great Building', mungkin aku tidak akan ikut berpartisipasi di dalamnya. Aku mengarahkan pandangan ke seisi ruangan. Pemandangan yang sama, dan perasaan yang sama seperti yang kualami jika menghadiri acara seperti ini. Raymond cs tampak sedang berbincang dengan beberapa orang dari 'East Paradise, ltd'.

Dengan langkah gontai aku mendekati sebuah maket berbentuk bundar telur dengan langit-langit lebar laksana burung raksasa yang merentangkan sepasang sayapnya yang terletak di tengah ruangan. Kuperhatikan miniatur itu dengan pikiran menerawang. Tanpa kusadari seseorang menyelip ke sampingku.

"Wahhhh ... ini bagus sekali .... ", gumamnya pelan. Aku berpaling kearahnya. Mungkin setelah pertemuan kesekian kalinya, seharusnya aku tidak terkejut lagi dengan pertemuan kali ini. Tapi tidak! Kenyataannya .. kehadiran gadis ini kembali menyentakku.

Gadis itu menjulurkan kepalanya ke depan. Matanya agak disipitkan ketika memperhatikan nama yang tercetak di plat nama yang terpasang di bawah kaca yang digunakan untuk menyangga maket di atas.
"Lee Min Ho ...", ucapnya sambil tersenyum perlahan.

Gadis yang tidak kuingat namanya itu, dandanannya sangat lain saat ini. Tidak kulihat lagi kacamata tebal yang biasa melekat di sepasang matanya. Dandanannya yang norak juga berubah. Dia tampak manis dengan gaun pendek berwarna kuning yang melekat di tubuh mungilnya. Senyumnya juga kelihatan sangat lain. Lebar dan menarik. Baru kusadari sekarang kalau dia tidak sejelek anggapanku semula.

"Apanya yang bagus? .. menurutku ini kreasi terburuk di ruangan ini ... ", ujarku dengan suara yang terdengar dingin.

Dia tersentak. Sangat kaget. Mungkin baru disadarinya kalau dari tadi ada seseorang berdiri di sebelahnya. Dia berpaling cepat kearahku.

"KAMUUUUU ......", teriaknya keras. Telunjuknya menunjuk kearahku, sedangkan wajahnya terlihat pucat. Beberapa orang langsung menoleh kearah kami.

"Kamu lihat hantu ya?", aku menepiskan tangan yang terarah ke wajahku.

"Cheosongmida ... ", katanya, ketika menyadari keterkejutan yang tidak pada tempatnya. Dia membungkuk kearahku. Aku menghembuskan nafas sekuat tenaga. 'Gadis ini .. walaupun dandanannya berubah, sikapnya tetap sama saja ..'.

"Sudahlah!! jangan minta maaf lagi padaku ... sekarang jawab pertanyaanku tadi, apa yang bagus dari maket ini ....? "

Setelah menegakkan badannya, gadis mungil ini menjawab dengan serius ..
"Tentu saja maket ini sangat bagus .. malahan menurutku desain ini yang paling bagus, .... lihatlah bentuk dari bangunan ini! .. saya tahu kalau semua desain di sini adalah desain bandara ... tapi yang ini sangat berbeda dengan yang lainnya ... dengan bentuknya yang bundar telur, bandara ini sangat hemat tempat, setiap sudut dapat digunakan dengan sempurna, dan yang lebih penting lagi .. sangat indah .. bentuk yang sangat menarik .. ditambah dengan atapnya yang laksana burung raksasa sedang merentangkan sayapnya, selain memberikan kesan melindungi para pengunjung, ... juga memberi kesan penyambutan hangat buat setiap keluarga, teman dan siapa saja yang bertemu di dalamnya. ...... Bukankah makna dari sebuah bandara adalah pertemuan ... ya .. mungkin juga perpisahan, tapi .. saya lebih membayangkan pertemuan mengharukan bagi setiap orang yang sudah lama tidak bertemu .... "

Mendengar penjelasan itu, aku langsung terpana. Bagaimana mungkin gadis ini seperti bisa membaca pikiranku? Semua ide yang kutuangkan ke dalam karya ini tepat seperti yang dikatakannya. Semuanya tidak ada yang lebih dan yang kurang.
"A .. a .. pa yang kamu .. ketahui tentang building design? ... Jika .. kamu bukan ahli dalam bidang ini .. lebih baik .. kamu tutup mulut .. ", kataku terbatah-batah. Aku masih terguncang dengan perkataannya tadi.

"Ohh ... Cheosongmida ... saya ... saya seharusnya tidak banyak mulut ... Cheosongmida ... "

Gadis ini kembali lagi ke sikapnya semula. Aku merasa bersalah ketika melihat tampangnya yang kelihatan sangat menyesal. Aku tahu seharusnya aku yang disalahkan dan bukan dia. Aku yang memintanya menjawab pertanyaanku. Dan dia hanya melakukan apa yang kuperintahkan. Kalau mau jujur sikapku yang keras itu diakibatkan jawabannya yang sangat mengena di sasaran. Aku tidak terbiasa mengakui ada orang yang mengetahui jalan pikiranku. Karena itulah aku mendadak berubah galak.
"Ahhh .. sudahlah!! lupakan saja semua masalah tadi .... oh ya, siapa namamu?"

Gadis itu melebarkan matanya kearahku ..
"Tuan lupa? .... dua hari yang lalu saya pernah mengatakannya ke tuan .... namaku Goo Hye Sun .. dan siapa nama tuan? ... lalu bagaimana saya bisa mengembalikan mantel yang tuan pinjamkan ke saya ... "

Aku sudah membuka mulut bermaksud menjawab pertanyaan Hyesun ketika MC di acara ini membuka suaranya ...

"Ladies and Gentlemen!!! .... setelah menunggu cukup lama, akhirnya hasil dari penilaian para juri keluar juga ... sebelum pengumuman buat pemenang pertama, kedua dan ketiga .. kami ingin mengucapkan terimakasih sebanyaknya buat para arsitek dari berbagai negara yang sudah berpartisipasi dalam acara ini .... dan saya yakin sekarang.. semua yang berada di ruangan ini sudah tidak sabar lagi kan? .... siapa kira-kira yang menjadi pemenangnya ya? .. "

MC itu lalu berhenti sebentar. Sepertinya dia ingin memberi sensasi terhadap acara ini. Apa yang dilakukannya tidak berpengaruh terhadapku. Aku sudah berpengalaman dengan semua ekspresi dari para MC yang membawakan acara seperti ini. Tapi lain dengan Hyesun. Dia kelihatan tegang sekali. Aku tersenyum kecil melihatnya.



Kemudian suara MC itu terdengar lagi ...
"Kita akan memulai dari pemenang ketiga .. lalu kedua .... yang terakhir barulah pemenang pertamanya ....."

Lalu hening lagi selama semenit. MC kurus itu tersenyum kecil ...
"PEMENANG KETIGA ....... arsitek muda dari Jepang .... Mr. Jun Saito .... "

Terdengar tepuktangan yang meriah. Setelah acara penyerahan piala dan penghargaan ke Mr. Saito, si MC kurus melanjutkan pengumumannya lagi ....
"PEMENANG KEDUANYA .... adalah ..... adalah .... desainer yang paling muda di acara ini ... 22 tahun .. dia berasal dari negara ini .... MR. KIM SANG JOON!!!!!!"

Tepuk tangan meriah kembali terdengar. Kali ini lebih keras lagi. Terdengar hembusan nafas keras di sampingku. Aku menoleh kearah Hyesun. Dia terlihat lebih tegang dari sebelumnya. Bibirnya komat kamit seperti mengucapkan mantera. Aku tersenyum perlahan. 'Dia tidak ikut dalam perlombaan ini, tapi mengapa dia tegang begini?', tertawaku dalam hati.

"Dan yang paling ditunggu-tunggu .... pemenang pertamanya ... kira-kira siapa? .... Bagi yang ahli dalam building design, tentu tahu betul siapa pemenangnya ...... baiklah, saya tidak akan basa basi lagi .... PEMENANG PERTAMANYA ADALAH ............ arsitek muda dari Hong Kong dan juga seorang arsitek berbakat dari 'Great Building', penyelenggara utama perlombaan ini .... MR. LEE MIN HOOOOO!!!!"

"YEAHHHHHHHHHHHHHH ............. sudah kukatakan dia yang akan menang ..... ", Hyesun berteriak kegirangan, mengalahkan semua kebisingan di ruangan ini. Dia menghentak-hentakkan tanganku sambil melompat-lompat di tempat. Aku melonggo dengan kelakuannya. 'Gadis yang aneh!!! ... Mengapa dia bisa sebahagia ini dengan kemenangan seseorang yang tidak dikenalnya?'



"Mr. Lee Min Ho dipersilahkan ke panggung untuk menerima piala dan penghargaan dari Mr. Yoon dari 'Great Building' .. ", lanjut MC itu lagi.

Hyesun masih memegang tanganku. Wajahnya sangat berseri dan bersinar.

"Maaf Hyesun-shi .... bisakah anda melepaskan pengangan di tanganku .... aku harus ke panggung sekarang ...", kataku halus.

Dannnnn ... entah mengapa??? .. Aku senang melihat keterkejutannya. Mata coklat berlensa kontak yang bulat dan indah itu terbelalak lebar kearahku. Sangat menarik dan memukau. Perlahan dia melepaskan tanganku. Dia tidak bersuara. Bahkan untuk mengucapkan kata selamat juga dia tidak bisa. Kembali ... untuk kesekian kalinya aku tersenyum. Kali ini sangat lebar.

Aku berjalan ke panggung, meninggalkan Hyesun yang masih terpaku di tempat. Kuterima piala dan surat penghargaan dari tangan Mr. Yoon dengan senyum yang masih tersungging di bibir. Kejenuhan yang kurasakan sejak menghadiri acara ini lenyap sama sekali. Aku merasa acara ini semakin ke depan menjadi semakin menarik. Setelah mengucapkan beberapa kata resmi dengan agak tergesa, aku berjalan kembali ke tempat di mana Hyesun berada. Piala dan surat penghargaan kutimang dengan sangat puas. Aku bermaksud memamerkan hasil kemenanganku itu ke Hyesun. Untuk pertama kalinya aku begitu bersemangat ingin membagi sesuatu yang kuraih dengan seseorang. Dan terus terang aku juga tidak mengetahui penyebabnya.

Tapi langkahku terhenti di tengah jalan ketika aku melihat seorang pemuda tampan menarik Hyesun pergi dari situ. Aku terbelalak di tempat. Ada bara api yang perlahan menjalar masuk ke dalam hatiku melihat kepergian mereka. Sepasang tanganku terkepal erat. Piala dan surat penghargaan di tanganku terpaksa harus menjadi korban dari perbuatan di bawah sadar ini.



***********000000**********
DragonFlower
DragonFlower

Posts : 94
Join date : 2013-06-17
Location : | Trapped in CNBLUE Dorm |

Back to top Go down

Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn Empty Re: Thirty Days Changes--Introduction and Chapter One by Lovelyn

Post by Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum